Hari Buruh...
"Tuhan menyala pada mata ngantuk buruh-buruh yang lembur kerja."-Joko Pinurbo
Setiap 1 Mei, kita merayakan Hari Buruh Internasional. Perayaannya pun beragam di mana-mana. Ada yang turun ke jalan meminta kenaikan upah, perbaikan kesejahteraan, penghapusan undang-undang diskriminatif. Dan beragam cara lain.
Sebagai seorang penerjemah, cara saya merayakannya adalah merenungi perjalanan panjang itu. Cerita tentang bagaimana saya menemukan panggilan dalam menghubungkan dunia melalui kata-kata serta tentang tantangan yang saya hadapi.
Pertemuan saya dengan profesi penerjemah rasanya dimulai dari bangku SMA. Semasa itu, guru bahasa Inggris saya sama dari kelas 1 hingga kelas 3. Cara mengajarnya pun serupa. Kami diminta belajar grammar, menerjemahkan teks yang ada di buku, lalu menjawab pertanyaan di bawahnya. Meski tak suka rutinitas itu, saya tetap terpikat pesona Bahasa Inggris.
Saya pun kursus singkat, lalu melanjutkan kuliah ke jurusan Pendidikan Bahasa Inggris di salah satu kampus swasta besar di malang. Ketika mulai serius belajar bahasa Inggris, saya terus dibuat terpesona keindahan dan kompleksitasnya. Ada 16 tenses. Ada sejuta kata dengan artikulasi yang berbeda dengan bahasa Madura atau bahasa Indonesia. Ada syntax, morphology, phonology, semantics, and pragmatics. Dan segudang ilmu lain yang membuat saya terus terpikat.
Di tengah-tengah kuliah, kadang saya mengambil pekerjaan sampingan sebagai penerjemah. Klien saya: mahasiswa dari jurusan lain. Mereka diminta dosen mereka mengerjakan tugas menerjemah teks. Karena tak mampu, mereka pun meminta tolong. Meski bayarannya tak seberapa, saya sadar bahwa saya bisa menggunakan keahlian bahasa Inggris untuk membantu orang lain sekaligus menambah uang saku.
Kesadaran itu meningkat manakala saya dipertemukan dengan penerbit Inspira, lalu Transbahasa, lalu Transkomunika. Di lembaga-lembaga ini, saya kian sadar bahwa menerjemahkan bukan hanya sekadar mengubah teks berbahasa Inggris menjadi bahasa Indonesia. Saya perlu menyelami maknanya terlebih dahulu. Mengolahnya sedemikian rupa dengan mertimbangkan perbedaan budaya agar pesan suatu teks tepat menyasar audiens yang diharapkan.
Di lembaga ini, setiap proyek adalah petualangan baru. Setiap proyek membuka cakrawala berpikir baru. Setiap proyek memungkinkan saya membantu orang lain. Suatu kali, saya ditugaskan untuk menerjemahkan sebuah aplikasi pemesanan perjalanan dan makanan, mirip Grab atau Gojek.
Aplikasi ini ditujukan bagi sebagian masyarakat yang ingin menjadi customer dan driver. Di tengah-tengahnya, ada pihak perusahaan atau kita mengenalnya sebagai aplikator. Ada juga pihak pemerintah. Ada juga masyarakat umum yang ditarget untuk menjadi calon customer.
Audiensnya begitu beragam. Begitu pula teksnya. Sesekali teks pemasaran, lalu tak berselang lama teks hukum. Proses penerjemahannya sendiri penuh dengan tantangan, seperti menangkap nuansa linguistik, mempertahankan pesan asli, dan menyesuaikannya dengan pengguna sasaran yang dimaksud.
Contohnya: Fake GPS. Secara linguistik sederhana, terjemahannya ya GPS Palsu. Namun, para driver tak akan paham dengan istilah GPS Palsu. Setelah riset istilah mendalam, terminologi yang digunakan para ojek online di Indonesia ternyata tuyul. Fake GPS application = aplikasi tuyul. Dan banyak lagi istilah seperti ini.
Kesulitan itu berubah jadi kebahagiaan manakala aplikasi itu akhirnya diluncurkan dan digunakan driver asli. Melihat bagaimana para driver bisa paham cara menggunakan aplikasi dan juga meningkatkan kesejahteraan berkat insentif (bahasa Inggrisnya adalah promotion) menguatkan keyakinan saya akan kekuatan kata-kata untuk meningkatkan taraf kehidupan sesama buruh.
Ada tantangan lain yang harus dihadapi. Sebagai penerjemah di lembaga profesional seperti Transkomunika, kami sering dihadapkan pada tenggat waktu yang ketat, tekanan untuk terus mempertahankan kualitas, dan terkadang klien yang tidak puas. Namun, melalui tekad dan dedikasi, kami belajar untuk menghadapi setiap tantangan dengan kepala tegak dan hati yang penuh semangat. Selain itu, ada juga dukungan dan bantuan dari rekan kerja yang terus saling berpacu untuk meningkatkan diri.
Pada Hari Buruh Internasional ini, kami di Transkomunika merayakan perjuangan dan pencapaian sebagai seorang penerjemah. Di balik setiap proyek yang selesai, ada kesempatan untuk membuka pintu komunikasi lintas budaya. Ada alasan untuk bersyukur. Kami pun berkomitmen untuk terus menyebarkan keberagaman bahasa dan memperkuat hubungan antarmanusia melalui terjemahan.
Sebagai seorang penerjemah, Hari Buruh Internasional adalah momen untuk merayakan kontribusi kami dalam menyatukan dunia dan menjembatani kesalahpahaman melalui kata-kata serta makna.
Kami ucapkan selamat Hari Buruh Internasional kepada semua penerjemah di seluruh dunia! Mari kita terus menginspirasi dan mentranformasi dunia dengan kata-kata. Satu demi satu.
Penulis: Anton Haryadi
Editor: Miftakh Farid Rokhman